Siang itu, matahari hanya tersenyum manja
dibalik gula-gula awan toska. Ia menatap barisan bunga matahari dan
kelopak-kelopak dandelion yang menguncup canggung, terbelai cipratan mesra
tanah yang mulai merekah basah
Seiring malam, barisan bunga kelopak
matahari itupun perlahan menguncup malu seraya memunggungi awan, memudahkan
para pejalan kaki tuk terburu, terbantu bunga penakar waktu. Maklum,
bunga matahari hanya mengikut kemana mentari terarah.
…
Kini, kelopak-kelopak itupun perlahan
beralih pandang. Mereka tak lagi memuja awan, namun menanti sebaris cerita
dibalik kaca berbilik embun
Sembari menunggu menu lain datang, dari
luar, seorang Dia tampak mengudap manja sebaris kentang renyah,
bersaus mayo pedas. Nikmat sekali keliatannya. Maklum hanya sekejap, sepiring
cerita itu segera tandas dan hanya menyisakan sekecup remah.
Sekarang, sesekali Dia membisikan semburat
asap beraroma mintha
piperita.
Aroma yang mengalun
samar dari sekuntum kulum, membiaskan pedar fantasi optika bagi mereka
yang sejenak melirik ke dalam, termasuk aku dan sejumput flora tadi.
sekilas …
Dari mantel salju sepia yang
dikenakannya, terlukis segaris
siluet manja, apalagi saat melihat aksen rami mantel saljunya tersimpul
manis diantara pembalut tubuh anggunnya, satin berenda scarlet ceria yang berpadan ramping bell bottom sewarna putih floral
…
Ikatan yang tak erat memang,
tapi cukup untuk membiarkan pori lekuk
pinggangnya
Bernafas
…
Perlahan
…
meneteskan peluh basah
saat suam sore dan jejak pedas
belum benar-benar terbasuh
denting gerimis
…
Lalu dimanakah aku?
Seingatku tak berada jauh
Mungkin tak sampai selemparan batu malah
Hanya berada di sisi luar gerai
Kebetulan Dia di dalam
dan aku …
tengah duduk santai
menyerumput secangkir kopi
beraroma kayu manis
sembari
menunggu kudapanku sendiri*
terhidang
...
Note: sekudap pastry hangat renyah yang melelehkan keju
basah saat teriris dan tergoda tusuk lembut ujung garpu