Tuesday, January 26, 2016

Filmnya Kapan, Lagu-lagunya Jadul Banget



http://asianwiki.com/images/6/6c/Miracle-_Devil_Claus'_Love_and_Magic-p1.jpg
Miracle: Devil Claus’ Love and Magic (2014), udah nunjukin film ini tentang apa, keajaiban sebuah imajinasi, selebihnya film ini nggak jauh-jauh dari soal cinta. Cukup saya kasih tahu urutan nama-nama pemainnya, udah keliatan seperti apa ceritanya, tanpa perlu SPOILER!  
Sedari awal, saya lebih antusias menikmati lagu pengiring cerita, pilihan supervisor film, bukan lagu-lagu Jepang, melainkan lagu-lagu  bule tempo laloe: Cherish dari Association (1966), Beautiful Morning dari Rascals (1967), My and Only Love (1952), yang sudah dinyanyikan segambreng penyanyi, termasuk Sting, Ella Fitzgerald, dan Frank Sinatra.
Banyak memang, tapi belum semua. Masih ada Some Kind of Wonderful (1961) dari the Drifter, I Love How You Love Me dari Paris Sister (1961), dan hingga Gimme some Lovin (1966), dari Spencer Davis Group.   Pilihan menarik dan tidak mengejutkan dari supervisor musiknya, Tatsuro Yamashita. Konon yang saya sebut paling belakang jadi lagu favorit Yamashita, lagu yang sudah diakrabi Yamashita sedari remaja, bahkan lagu sebelumnya dinikmatinya, mungkin sedari bocah. Sedang dua lagu sebelumnya jadi lagu favorit saya, termasuk Some Kind Wonderful, yang dalam film ini dibawakan Carol King.  
Menariknya lagu ini terasa pas, untuk mengisi relung-relung film yang terbilang baru, mengiringi polah bocah dalam film ini, klasik dan tetap berkesan ceria. Mungkin itulah yang membuat saya jatuh cinta, walaupun baru kali ini, saya mendengar barisan lirik dan alunan nadanya. I love how you love me terasa ringan lantaran tercipta di suasana santai,  ketika Larry Kolber tengah menikmati hidangan makan siangnya, bahkan liriknya ditulis hanya di selembar serbet makan. Lirik terasa hidup setelah mendapatkan iringan indah dari Barry Man.

Alunan suara Paris Sister dalam film ini serasa serasi dengan lantunan merdu Carole King.  Tak heran, hanya perlu petik gitar untuk mengiring melodinya. Pilihan tepat lantaran alunan Priscilla Paris di sini sama-sama halus, walaupun jika di dengar dari ketukannya, the drifter membawakannya dengan lebih rancak.  
Mendengar Carole King  menyanyikan Some Kind Wonderful terus terang membuat saya mengira kalau King hanya piawai memainkan nada-nada merdu,  Tapi melihatnya menyanyikan lagu Beautiful, saya malah mengira King sepantaran dengan Alanis Morisette atau minimal generasi 2-3 tahun di bawahnya, lantaran tarikan nadanya masih terasa kekinian, di bagian catchy-nya, termasuk kala King membawakan It’s too late (1971). Interpretasinya terasa klasik ketika kembali menyanyikan lagu bernuansa manis seperti You’ve got a friend dan Natural Woman, lagu-lagu sepanjang masa (baca : tuwa #eh).  

Terlepas dari pilihan lagu Tatsuro Yamashita, nada-nada klasik berhasil merajut indah cinta Masaki Aiba, Eikura Nana, Han-Hyo Joo, dan Toma Ikuta. Kenapa Insang-Nyeo  sampai berkreasi di Miracle: Devil Claus’ Love and Magic. Kasih tahu nggak yaaa ….  

Tuesday, January 12, 2016

Harapan Esok Hari


https://i.ytimg.com/vi/p3SidyzIAqk/hqdefault.jpg

Eleanor Rosevelt pernah menulis “Yesterday is history. Tomorrow is mystery. Today is a gift”.  Esok masih misteri, hari ini adalah anugerah. Pertanyaannya, gimana klo kita udah tau gimana hari esok kita? Mungkin bisa dibilang beruntung, Mia diberi anugerah untuk mengisi hidupnya untuk delapan bulan ke depan. Bisa lebih, bisa kurang. Perkiraan kadang bukan sekedar perkiraan. Dokter atau apapun istilahnya memperkirakan berdasarkan perkembangan kanker dan  keberhasilan treatment. Tuhan jauh lebih tau angka pastinya. Tuhan jugalah yang menunjukan perkiraan usia harapan hidup lewat penelitian medis, science. Gimana kita bisa mendeteksi usia kanker sampai cara menghambat atau mematikan perkembangannya, misal dengan cryosurgery, membekukan kanker dengan nitrogen.
Kalau saya Mia, kata-kata bijak di atas bisa jadi nggak berarti. Kata-kata bijak memang mudah diucapkan, semudah mencomot penjelasan informasi medis dari belakang layar monitor. Entah apa yang saya lakukan kalau saya jadi Mia, gadis yang punya mimpi untuk mementaskan “Aku dan Harapanku”, entah harapan apa itu (kan nggak dijelasin di trailer #eh). Tapi seenggaknya Harapan Mia jadi lebih jelas. Mungkin bukan hidup lebih lama (#sotoy),   tapi untuk punya (lebih banyak) pilihan.
Mungkin terlalu berat untuk bawa-bawa nama Tuhan. Tapi seenggaknya kita semua memang dianugerahkan kemampuan berpikir dan memilih, bahkan untuk Mia yang dikisahkan mendapat kesempatan untuk mengisi hari-harinya untuk delapan bulan ke depan. Pilihan untuk meratap, mempertanyakan “kenapa harus aku”, atau malah pilihan untuk tersenyum. Tersenyum karena mendapat keberuntungan mengetahui sisa umur yang bisa kita miliki, kurang lebih delapan bulan, stadium III atau IV, tergantung jenis kankernya (kebetulan aja belom dijelasin jenis kankernya apa).

 I am Hope, pilihan ada pada Mia, memilih untuk merasa tidak punya pilihan seperti Mia, memilih untuk bersikap biasa-biasa saja karena, mengutip lirik Nyanyian Harapan #“…segala rencana berjalan apa adanya”,  atau memilih untuk tetap mempercayai harapan, seperti drama yang ingin dipentaskan Mia, termasuk memilih untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat dan menyenangkan tentunya.
captured from Doctor X 3 episode 6

Dilihat dari trailernya, mungkin “I Am Hope The Movie” nggak seteknis itu, terlebih bagian ending.  Penjelasan teknis dengan pendekatan science, kalaupun ada biasanya dipajang di depan atau tengah. Itupun nggak seribet drama Doctor X dorama jepang yang menjelaskan bagaimana dokter menangani kanker serviks yang menyebar sampai rahim. Pada episode tersebut dr. Daimon Michiko mengangkat rahim pasien (hysterectomy). Pengangkatan rahim sendiri akan mempengaruhi sekresi (buang air). Hysterctomy menyebabkan kandung kernih tidak lagi terlindungi (normalnya kandung kernih terletak di atas rahim),  mungkin kandung kernih jadi lemah atau bahkan terluka. Untuk dapat buang air, lazimnya perlu dipasang kandung kernih dan anus buatan, tapi Daimon Michiko memilih untuk merokunstruksi organ dengan melakukan operasi anastomosis untuk menghubungan usus besar ke sphincter (penyaring cairan yang kita minum sebelum masuk ke kandung kernih) agar pasien bisa tetap buang air. Bahkan kemungkinan pasien masih bisa melahirkan lantaran Michiko menyerahkan jaringan ovarium pasien ke bagian yang menangani pembekuan organ (cryopreservation). Informasi bermanfaat dan sedikit ribet buat awan seperti saya (nggak yakin banyak orang Indonesia yang suka model drama teknis beginian #eh). Melihat trailernya, kita diajak untuk memahami bagaimana menyikapi penyakit kanker, dengan ending yang belom keliatan, walaupun penonton bisa memperkirakan seberapa parah kanker yang diderita Mia dari perkiraan seberapa lama Mia bisa bertahan hidup berarti kanker stadium III atau IV (tergantung jenis kankernya, sayang blom diinformasiin di trailernya).

Entah apa yang bisa dilakukan Mia dari belakang kursi rodanya, Tak sedikit harapan yang bisa diwujudkannya kalau dia mau. Toh, “harapan di sini bisa diartikan berbagai macam hal oleh berbagai macam orang” Begitu kata Aryo Wahab, entah sebagai siapa di sini perannya.
Saya sendiri tidak tau harapan Mia. Mungkin, selama memungkinkan, Mia bisa melakukan aktivitas yang disukainya, membaca, membantu sahabat-sahabatnya mempersiapkan pementasan, tersenyum dan memberi dukungan.  Sembari menjalani program perawatan tentunya.
Bisa jadi malah membuat pementasan di sebuah yayasan bersama anak-anak penderita kanker. Buat saya, melihat mereka tersenyum, tertawa, saat berlatih bersama bisa berarti berbagi harapan. Kali ini Harapan bukan hanya Mia, tapi juga milik mereka semua,  anak-anak yang berpentas bersamanya. Berpentas mengenakan Gelang Harapan Paling tidak itu I’m Hope menurut saya, Hope is also yours, entah yang lain.
Terlepas dari itu semua, harapan ada di tangan Mia, saya cuma mengusulkan harapannya saja, eksekusi ada di tangan penulis skenario eh sutradara dan juri dari Alkimia Production, dan  Yayasan Dunia Kasih Harapan sama pihak uplek.com.  Saya sendiri tak mempermasalahkan apa pilihannya, selama dia menyambutnya dengan senyuman, Mia sudah memaknai hari-harinya sebagai anugerah, termasuk esok hari. That’s why is called the present kata Eleanor Roosevelt.  
Untuk mengetahui kisah selanjutnya kita bisa saksikan “PRE SALE @IAmHopeTheMovie yang akan tayang di bioskop mulai 18 februari 2016.
Dapatkan @GelangHarapan special edition #IAmHope hanya dengan membeli pre sale ini seharga Rp.150.000,- (untuk 1 gelang & 1 tiket menonton) di http://bit.ly/iamhoperk Dari #BraceletOfHope 100% & sebagian dari profit film akan disumbangkan untuk yayasan & penderita kanker sekaligus membantu kami membangun rumah singgah
 .
Follow Twitter @Gelangharapan dan @Iamhopethemovie

Follow Instagram @Gelangharapan dan @iamhopethemovie

Follow Twitter @infouplek dan Instagram @Uplekpedia

#GelangHarapan #IamHOPETheMovie #BraceletofHOPE #WarriorOfHOPE #OneMillionHOPE #SpreadHope”