Saturday, August 31, 2013

Dia



 
red lace blouse with white bell bottom


Siang itu, matahari hanya tersenyum manja dibalik gula-gula awan toska. Ia menatap barisan bunga matahari dan kelopak-kelopak dandelion yang menguncup canggung, terbelai cipratan mesra tanah yang mulai merekah basah
Seiring malam, barisan bunga kelopak matahari itupun perlahan menguncup malu seraya memunggungi awan, memudahkan para pejalan kaki tuk terburu, terbantu bunga penakar waktu. Maklum,  bunga matahari hanya mengikut kemana mentari terarah. 
Kini, kelopak-kelopak itupun perlahan beralih pandang. Mereka tak lagi memuja awan, namun menanti sebaris cerita dibalik kaca berbilik embun
Sembari menunggu menu lain datang, dari luar, seorang Dia tampak  mengudap manja sebaris kentang renyah, bersaus mayo pedas. Nikmat sekali keliatannya. Maklum hanya sekejap, sepiring cerita itu segera tandas dan hanya menyisakan sekecup remah.
Sekarang, sesekali Dia membisikan semburat asap beraroma mintha piperita. Aroma yang mengalun samar dari sekuntum kulum, membiaskan pedar fantasi optika bagi mereka yang sejenak melirik ke dalam, termasuk aku dan sejumput flora tadi. 

sekilas …
Dari mantel salju sepia yang dikenakannya, terlukis segaris siluet manja, apalagi saat melihat aksen rami mantel saljunya tersimpul manis diantara pembalut tubuh anggunnya, satin berenda scarlet ceria yang berpadan ramping bell bottom sewarna putih floral
Ikatan yang tak erat memang,
tapi cukup untuk membiarkan pori lekuk pinggangnya
Bernafas
Perlahan
meneteskan peluh basah
saat suam sore dan jejak pedas
belum benar-benar terbasuh
denting gerimis 
Lalu dimanakah aku?
Seingatku tak berada jauh
Mungkin tak sampai selemparan batu malah
Hanya berada di sisi luar gerai
Kebetulan Dia di dalam
dan aku …
tengah duduk santai
menyerumput secangkir kopi
beraroma  kayu manis
sembari
menunggu kudapanku sendiri*
terhidang
...

Note: sekudap pastry hangat renyah yang melelehkan keju basah saat teriris dan tergoda tusuk lembut ujung garpu 

No comments:

Post a Comment