Terus terang
ini kedua kalinya saya denger istilah Savant Syndrom di suatu serial di waktu
yang nyaris berdekatan, pertama lewat drama jepang Ataru dan belakangan lewat Good Doctor. Selain tema Savant Sydrome, kesamaan dari kedua serial ini, buat saya, sebenernya adalah saya awalnya enggan nonton.
Hore Horikita Maki bakal maen di Ataru |
Lah kenapa nggak mau?
Alesannya adalah karena saya pribadi masih diskriminatif. Kasihan, iba, jijik,
memandang rendah disabilitas, kecacatan, dan hal-hal yang secara umum
dipandang buruk oleh sebagian orang. Serta memuja setinggi langit orang yang bergelimang prestasi,
sampe-sampe kadang bikin kita keder klo mau ketemu tuh orang. Setelah
dipikir-pikir aneh juga sih sebenernya, saya sendiri penderita cerebral palsy tapi saya sendiri masih secara sadar memandang sebelah mata
penyandang Savant syndrome. Mungkin orang pada nanya apa itu Cerebral Palsy
dan apa pula Savant syndrome. Untuk Cerebral Palsy saya nggak akan bahas lebih
jauh karena tulisan ini ngubek-ubek tentang Savant Syndrome di layar kaca. Tapi gampangnya (walaupun nggak sepenuhnya tepat), apa yang saya lakuin mungkin
bisa disamain dengan perilaku ejekan rasisme orang berkulit gelap terhadap
orang berkulit gelap lainnya. Jeruk makan jeruk. Sederhananya, nggak ngaca loe pada? Udah sama-sama item, masih ngatain orang laen lebih item. Meskipun begitu katakanlah
kita putih, bukan berarti bisa ngatain orang laen item loh.
Cerebral Palsy |
Balik lagi ke soal
serial Savant Syndrom, seperti bisa ditebak dari judulnya, saya akhirnya
menjilat ludah saya sendiri (bahasa sononya lick spittle). Saya akhirnya nonton kedua serial itu juga,
terutama Ataru. Alasannya sederhana, dorongan menonton drama detektif dan
drama medis ternyata lebih gede dari sifat diskriminatif yang saya miliki.
Kim Peek |
Sebelum cerita soal Good Doctor, saya mo kasih gambaran soal Savant
Syndrome ini. Secara sederhana, Savant Syndrome bisa dibilang sebagai
keunikan mental dimana penyandangkan memiliki perilaku yang berbeda dengan
orang kebanyakan (berhubung nggak punya latar belakang medis, saya bakal seneng
banget klo ada yang mau koreksi definisi saya ini). Masyarakat umum mengenal
salah satu cirinya lewat gejala autisme. Sederhananya, penderita Savant Syndrom
kerap mengalami kesulitan saat harus berkomunikasi atau berinteraksi sosial.
Lah klo kasusnya begini,
terus “nilai jual” Savant syndrome di tivi apa dong. Mungkin sebagian kita
masih ingat film Rain Man, yang
terinspirasi dari kisah nyata seorang super-savant bernama Kim Peek. Dengan
kemampuan eldetic memory-nya yang luar biasa, Kim menjadi penghafal Al Quran
hanya dalam waktu sepuluh menit. Halo mbak mas pengumuman, saya kok malu sama KTP, dari belom
punya sampe udah punya KTP aja masih belom apal satu juz-pun.
Dustin Hoffman ma Tom Cruise (Rain Man) |
Kemampuan
super savant inilah yang kemudian diangkat menjadi ide dasar Good Doctor dan
Ataru. Dalam Good Doctor, dikisahkan Park Shi On (Ji Won) udah ngelotok
soal anatomi manusia sejak usia 7 tahun, ditambah dengan kemampuan kognitif
multidimensional, maka Shi On jago mendiagnosis sama memutuskan
penanganan suatu penyakit lewat gejala-gejalanya secara akurat (namanya juga sinetron). Serupa tapi nggak beda, kemampuan eldetik ma kognitif Ataru dieksplorasi untuk menemukan trik
pelaku kejahatan dalam ngelakuin aksinya.
Park Shi On (joo Won) |
Balik lagi ke soal Good Doctor, singkatnya, dengan kemampuannya ini, Shi On bisa lulus ujian negara sebagai dokter bedah anak dan dipromosiin jadi residen di suatu rumah sakit oleh dokternya waktu kecil dulu, Wakil Direktur Choi Woo-Seok. Kontra? Jelas ada dong, namanya juga serial. Bisa ditebak, kolega Profesor Choi beralasan, mungkin mereka bisa nerima keahlian Shi On, tapi pasien-kan belom tentu.
Sekali lagi, namanya juga cerita, penulis skenario punya jalan untuk mempertontonkan keahlian Shi On bukan cuma di depan kolega Prof. Choi, tapi juga di depan jamaah yutubiah. Gimana caranya? Kebeneran pas Shi On mau dateng ke rumah sakit untuk perkenalan, ada anak yang kejatuhan pecahan kaca baliho di stasiun kereta. Dengan sigap, Shi On melakukan pertolongan pertama, sebelum dapet penangan lanjutan di Rumah sakit tentunya. Aksi Shi On-pun nggak ayal direkam ma diupload beberapa penumpang kereta yang kebeneran ikut nonton. Singkat kata, pas nyampe rumah sakit viewer-nya udah nyampe 120.000 orang aja. Pro Kontra-pun sirna, apalagi Prof. Choi menjamin klo dalam enam bulan Shi On bikin rusuh, dia akan meletakan jabatannya. Bisa dibilang sinetron ini nggak jauh-jauh dari perebutan posisi wakil direktur.
Terusannya gimana? Saya juga belom nonton, lha wong saya baru nonton episode pertama. Jangan tanya juga soal akting Moon Chae Won karena perannya belom keliatan-keliatan amat.
Moon Chae Won |
Terus pesen apa yang kira-kira bakal
didapet di serial model beginian? Mungkin anda bisa bilang bahwa film ini
ngingetin kita untuk jangan diskriminatif atau jangan mandang orang sebelah
mata, tapi buat saya serial ini ngingetin saya sama ucapan Pak Hazmi Srondol, yang orangnya
justru mungkin bikin saya keder klo ketemuan (padahal rencananya bakal saya cela-celain kayak biasa sih klo ndilalah ketemu wkwkwkwkw). Apalagi klo bukan karena
prestasinya yang (ngga mau diakuinya keliatannya) segudang.
Terus apa dong yang Pak Hazmi bilang? Dia
nyaranin para perating statusnya untuk jadi orang yang biasa-biasa aja, nggak
memuja atau merendahkan orang. Bahkan kata dia (ngga tau nyomot darimana
kata-katanya), saat seseorang dipuji, kerendahan hati orang ini justru
merupakan kesombongan tersendiri. Lah yang bener gimana? Ya, seperti dia ketik,
jadi orang yang biasa-biasa aja. Temen sayapun cuma nyeletuk denger kata-kata
ini, klo kita masih seneng pas dipuji berarti kita masih manusia. Lah klo udah
biasa-biasa aja emang berubah jadi Superman gitu? Nggak juga kaleeee kayaknya.
Busyet,
panjang juga tulisan gue kali ini ya? Daripada pusing baca ocehan saya ini,
lebih enak, dengerin musik aja klo mau. Klo tetep nggak mau juga, udah tau kan
gimana caranya.
No comments:
Post a Comment