2.bp.blogspot.com/ |
Fiksi, film, serial, bisa
memanusia(wi)kan siapa saja. Pencuri, pembuka praktik aborsi, hingga pekerja
malam tidak selamanya buruk, dan bisa ditampilkan tidak selamanya buruk, bahkan
bisa juga sebaliknya.
The Left Ear jadi cerminan
yang menarik. Film ini sejatinya bercerita soal gadis belasan. Dan sayangnya
film remaja bukan tema favorit saya. Tapi, entah kenapa, saya yakin judulnya
menjanjikan saya sesuatu yang berbeda.
The Left Ear sendiri bercerita tentang gadis berusia
17 tahun yang, seperti juga judulnya, hanya bisa mendengar dengan telinga
kanan. Selebihnya Li Er hanya gadis biasa. Gadis yang suka dengan lawan jenis
dan kikuk hingga jatuh ke parit lantaran matanya menolak berpapasan dengan
cowok yang disukainya.
Boleh jadi film ini bercerita tentang Li Er, tapi entah
kenapa yang memikat saya justru Li Bala, gadis bar, yang menyukai pria bernama
Zhang Zang. Zhang Zang bersedia sendiri bersedia memberikan apa yang Li Bala
inginkan asalkan Li Bala menngikuti apa kata Zhang Yang. Zhang Zang ingin Li
Bala menghancurkan hidup Xu Yi, pria yang konon disukai Li Er.
Mendekati Li Er bukanlah perkara sulit bagi Li Bala, terlebih
Li Bala termasuk gadis yang supel, tidak sulit juga memperkenalkan kehidupan
malam pada Xu Yi, lantaran kehidupan malam merupakan bagian dari kehidupannya
sehari-hari. Li Bala tak perlu berakting. Ia hanya tampil apa adanya, seperti
kesehariannya.
Rasanya tidak sulit membenci Li Bala dan kehidupannya.
Kesupelannya, bahasa tubuhnya, dan kebiasaanya merokok bisa jadi dengan mudah
membuatnya tidak disukai banyak orang, tapi apakah kesehariannya itu menjadikan
Li Bala orang Jahat?
Kebiasaan Li Bala jelas membuatnya dijauhi banyak
orang. Saat lingkungan satu sekolah Li Er menjauhi Li Bala, Li Er justru duduk
semeja dengannya. Li Bana bukan orang jahat, jadi buat apa ditakuti. Bahkan Li
Er meminjamkan payungnya saat hujan.
Kebaikan yang mungkin tidak sepenuhnya tulus, namun
menimbulkan kepercayaan diantara keduanya. Li Er bahkan berani pasang badan
ketika Li Bana nyaris dianiaya Xu Yi.
Terlepas karakternya yang dinilai tidak baik oleh
siapapun, Li Bala merupakan sosok biasa. Cinta, kebaikan, bagaimana ia merawat
Li Er, mengajaknya melihat lingkungan sekitar, mungkin membuat kita tersenyum,
lingkungan yang apa adanya. Bar berarti bar, rumah berarti rumah, dan sekolah berarti
beragam cerita. Bukan hitam, putih, atau abu-abu.
Sosok Li Bala yang bersahabat sepanjang separuh membuat
saya protes mengapa film ini diberi judul The Left Ear. Saya pun berhasil dibuat
kecewa ketika mobil menyerempet tubuh Li Bala tepat di separuh bagian film ini.
Dengan menarik nafas dalam-dalam saya pun melanjutkan film ini. Di luar dugaan saya, film ini
ternyata tetap menarik. Bagaimana kehidupan Li Er mengalir, Zhang Zang berkaca lewat
cinta Li Bala, atau Xu Yi melanjutkan jalan hidupnya. Bukan dengan cara yang
berlebihan, sehingga ceritanya tetap terasa hangat. Nggak heran film ini meraih
Box Office 2015. Debut penyutradaraan yang menarik buat Alec Tsu, sosok Hua Ake
di serial Putri Huan Zhu. Warna Huan Zhu makin kental lantaran Ruby Lin ikut
mempromosikan film ini. Vicki Zhao bahkan ikut juga mengisi soundtrack film
berduarasi 120 menit ini.
No comments:
Post a Comment