Thursday, August 6, 2015

My Left Ear

2.bp.blogspot.com/ 
Fiksi, film, serial, bisa memanusia(wi)kan siapa saja. Pencuri, pembuka praktik aborsi, hingga pekerja malam tidak selamanya buruk, dan bisa ditampilkan tidak selamanya buruk, bahkan bisa juga sebaliknya.
The Left Ear jadi cerminan yang menarik. Film ini sejatinya bercerita soal gadis belasan. Dan sayangnya film remaja bukan tema favorit saya. Tapi, entah kenapa, saya yakin judulnya menjanjikan saya sesuatu yang berbeda.  
The Left Ear sendiri bercerita tentang gadis berusia 17 tahun yang, seperti juga judulnya, hanya bisa mendengar dengan telinga kanan. Selebihnya Li Er hanya gadis biasa. Gadis yang suka dengan lawan jenis dan kikuk hingga jatuh ke parit lantaran matanya menolak berpapasan dengan cowok yang disukainya.
Boleh jadi film ini bercerita tentang Li Er, tapi entah kenapa yang memikat saya justru Li Bala, gadis bar, yang menyukai pria bernama Zhang Zang. Zhang Zang bersedia sendiri bersedia memberikan apa yang Li Bala inginkan asalkan Li Bala menngikuti apa kata Zhang Yang. Zhang Zang ingin Li Bala menghancurkan hidup Xu Yi, pria yang konon disukai Li Er.
Mendekati Li Er bukanlah perkara sulit bagi Li Bala, terlebih Li Bala termasuk gadis yang supel, tidak sulit juga memperkenalkan kehidupan malam pada Xu Yi, lantaran kehidupan malam merupakan bagian dari kehidupannya sehari-hari. Li Bala tak perlu berakting. Ia hanya tampil apa adanya, seperti kesehariannya.
Rasanya tidak sulit membenci Li Bala dan kehidupannya. Kesupelannya, bahasa tubuhnya, dan kebiasaanya merokok bisa jadi dengan mudah membuatnya tidak disukai banyak orang, tapi apakah kesehariannya itu menjadikan Li Bala orang Jahat?
Kebiasaan Li Bala jelas membuatnya dijauhi banyak orang. Saat lingkungan satu sekolah Li Er menjauhi Li Bala, Li Er justru duduk semeja dengannya. Li Bana bukan orang jahat, jadi buat apa ditakuti. Bahkan Li Er meminjamkan payungnya saat hujan.
Kebaikan yang mungkin tidak sepenuhnya tulus, namun menimbulkan kepercayaan diantara keduanya. Li Er bahkan berani pasang badan ketika Li Bana nyaris dianiaya Xu Yi.
Terlepas karakternya yang dinilai tidak baik oleh siapapun, Li Bala merupakan sosok biasa. Cinta, kebaikan, bagaimana ia merawat Li Er, mengajaknya melihat lingkungan sekitar, mungkin membuat kita tersenyum, lingkungan yang apa adanya. Bar berarti bar, rumah berarti rumah, dan sekolah berarti beragam cerita. Bukan hitam, putih, atau abu-abu.
Sosok Li Bala yang bersahabat sepanjang separuh membuat saya protes mengapa film ini diberi judul The Left Ear. Saya pun berhasil dibuat kecewa ketika mobil menyerempet tubuh Li Bala tepat di separuh bagian film ini.

Dengan menarik nafas dalam-dalam saya pun melanjutkan  film ini. Di luar dugaan saya, film ini ternyata tetap menarik. Bagaimana kehidupan Li Er mengalir, Zhang Zang berkaca lewat cinta Li Bala, atau Xu Yi melanjutkan jalan hidupnya. Bukan dengan cara yang berlebihan, sehingga ceritanya tetap terasa hangat. Nggak heran film ini meraih Box Office 2015. Debut penyutradaraan yang menarik buat Alec Tsu, sosok Hua Ake di serial Putri Huan Zhu. Warna Huan Zhu makin kental lantaran Ruby Lin ikut mempromosikan film ini. Vicki Zhao bahkan ikut juga mengisi soundtrack film berduarasi 120 menit ini.  

No comments:

Post a Comment