wikimedia.org |
Menonton film
keluarga selalu membawa kesan tersendiri. Kalau bukan sekeranjang tisu, minimal
kita bisa membawa seulas senyum simpul dari cerita seperti ini, seperti pada
film jepang Like Father, Like Son (2013).
Film ini pada dasarnya bercerita tentang putra yang ditukar. Sebuah tema yang
boleh dibilang teramat jamak di negeri Indonesia Raya saya ini
...
Kita
sendiri bisa mengecek seberapa populer cerita ini di layar kaca. Jika kita mengetik
frasa switched at birth pada situs parameter film atau acara televisi, maka
setidaknya akan muncul 31 judul dengan tema yang dalam bahasa inggris dikenal
dengan nama changeling ini. Saya pribadi kurang begitu familiar dengan cerita anak
yang tertukar, dari 31 judul yang nangkring
disana, saya paling rada ngeh dengan Autumn in My Heart, drakula (baca:drakor) mpok demenan
saya Song Hye-kyo,
yang konon sempat diadaptasi oleh televisi Filipina dengan judul sama, dan
dimainkan oleh mpok demenan saya yang
lain Marian Rivera.
...
Like Father, Like
Son sendiri
bercerita tentang Keita
Nonomiya yang tertukar dengan Ryusei Saiki. Tertukarnya Keita sendiri baru diketahui
saat Keita akan masuk Sekolah Dasar, saat dilakukan tes kesehatan. Singkatnya, pihak rumah sakit
tempat Keita dilahirkan kemudian melakukan pelacakan terhadap orang tua kandung
Keita. Dari hasil pencarian pihak rumah sakit, Keita diketahui merupakan putra
keluarga Saiki. Yudai Saiki jika tidak salah ada seorang pemilik toko perkakas dan
Yukari Saiki adalah karyawan toko bento.
Karena kedua orang tua masing-masing telah diketahui,
Keita dan Ryusei segera dikembalikan ke orang tua masing-masing. Sebelum benar-benar dikembalikan,
Keita dan Ryusei diajak membiasakan diri dengan tinggal beberapa waktu di rumah
orang tuanya masing-masing. Untuk film berdurasi dua jam, dengan tiga puluh
menit awal yang hambar, menurut saya, bagian ini menjadi oase yang menarik,
mengingat Keita dan Ryusei dibesarkan dalam dua kultur yang berbeda.
...
Keita dibesarkan
oleh keluarga yang mapan, dengan tata krama yang kuat namun cenderung cair.
Pola asuh ini menjadikan Keita sebagai sosok yang santun, lembut, dan periang.
Sedang Ryusei tinggal dalam keluarga pekerja keras, ekspresif, yang dipenuhi canda tawa.
Dalam keluarga barunya, Keita merasakan bagaimana rasanya
tinggal dalam keluarga yang penuh keakraban. Ditempat lain, Ryusei mendapatkan
kelimpahan kelembutan khas Keita dari Midori Nonomiya, serta sopan santun dan ketegasan
khas Ryota Nonomiya. Sayangnya, karena tinggal di apartemen Ryusei tidak bisa
seekspresif saat tinggal bersama keluarga Saiki, Lingkungan yang dingin inilah
yang membuat Ryusei pulang ke rumah keluarga Saiki.
...
...
Sifat Ryota yang dingin sedikit mencair semenjak Ryota
ditugaskan ke daerah yang lebih hijau. Di wilayah penuh pepohonan itulah Ryota
mendapat petuah dari penjaga hutan buatan. Petuah khas cerita jepang yang kuat
akan nilai keluhuran. Penjaga tersebut menceritakan bahwa butuh beberapa tahun
agar mahluk hidup dapat berkembang teduh disana. Dan seperti
kebanyakan cerita jepang, petuah mengubah jalan cerita. Ryota menjadi sosok
yang dekat dan bersahabat dengan putranya, bermain dan mendirikan kemah dalam
rumah.
...
Kekakuan Ryota makin mencair saat keluarga kecil
Nonomiya berkumpul dalam kemah. Saat berada diluar kemah, Ryota menyaksikan
foto-foto dirinya yang diambil Keita, baik secara sengaja ataupun
sembunyi-sembunyi. Ekspresi natural yang diabadikan Keita, mengundang saya
mengambil tisu
...
Saya berharap kejutan-kejutan kecil dari film ini
sebenarnya, maklum film ini mendapat apresiasi dalam berbagai festival film
termasuk Cannes. Walaupun tidak selalu kontroversial, biasanya film festival
membawa kesederhanaan atau sudut pandang baru misalnya.
...
Terlepas dari kata festival, daya tarik film ini, buat
saya, ada pada tiga nama favorit saya: Fukuyama Masaharu, Ono Machiko, dan Maki
Yoko. Sebelum ini, sosok Masaharu identik dengan professor eksentrik dan flamboyan
dalam cerita detektif fiksi ilmiah Galileo, aktingnya dalam Beauty or the Beast
bersama Nanako Matsushima, juga patut diperbincangkan. Walaupun tidak luar
biasa, menjadi karakter penyeimbang sosok produser yang kuat dan perfeksionis
patut diapresiasi. Hanya saja dalam film ini, Fukuyama Masaharu bermain sebagai
karakter yang irit, aktingnya tampak dibangun natural, jadi kita tidak akan
diajak untuk melihat ekspresi mikro seperti yang dihadirkan para aktris cilik
dalam Ashita Mama Ga Inai.
...
Ono Machiko dan Maki Yoko bukan kali ini saja bermain
dalam satu layar. Dalam Saiko No Rikon, Ono Machiko bermain sebagai karakter
yang slebor, spontan, periang, dan disukai banyak orang. Khas komedi romantis drakula. Jika
dalam drakula sosok ini biasanya primadona tokoh utama, dalam Saiko No Rikon
justru jadi antitesis, tidak heran Ono Machiko diganjar peran pembantu terbaik
dalam serial ini. Berbeda dengan Saiko No Rikon, kali ini, Ono Machiko tampil
lebih melankolis dengan aksen ceria saat bersama Keita. Maki Yoko yang pada cerita Saiko No Rikon cenderung pasif, pendiam, dan nrimo, dan pada episode spesialnya berkembang jadi lebih tajam saat sesekali berbicara, dalam film ini tampak berakting lebih dinamis dan kritis di hadapan sesama orang dewasa, dan penjadi sosok pengayom bagi putra putrinya.
...
Cerita yang mengalir perlahan ini memang tidak dibubuhi
akhir bahagia ala dongeng korea, namun penutupan yang pas justru membuat cerita
ini jadi berkesan manis dan sederhana
Endingnya biasa tapi menohok.,. -_-
ReplyDeletesetuju, klo endingnya happy end feelnya malah ilang
Delete