Sunday, October 13, 2013

Beauty or the Beast: Rating, Media, dan Cerita Suka


Cinta rasanya jadi topik yang tidak pernah basi untuk dibahas. Cinta pada pencipta, pada sesama, bahkan mungkin pada diri sendiri ala koruptor misalnya. Dalam ranah fiksi, tema yang dianggap cukup populer memang cinta antara sepasang kekasih. Romansanya diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan bermacam cita rasa: asam, manis, pedas, dan kadang pahit. Untuk saat ini, trend romansa sendiri cenderung seragam. Cinta yang terhalang tembok dan batu karang atau entah apa namanya.
Cara penyajiannya juga nyaris seragam. Awal suka, tengah terbentur cerita, akhir juga cuma dua, Tapi penggemar cerita ini biasanya menunggu akhir yang manis, indah pada waktunya.
Mendengar banyaknya cerita seperti ini, saya justru teringat   serial Beauty or Beast atau Bijo ka Yajuu atau Kiss or Fight (2003). Serial yang cukup usang memang, tapi ceritanya justru memberi penyegaran ditengah drama yang itu-itu saja
Serial ini bercerita soal seorang produser Takamiya Makoto yang diminta menaikkan kembali pamor divisi berita malam yang runtuh akibat prestasi televisi tetangga sebelah. Sebuah pekerjaan yang cukup menantang, mengingat etos para awak berita berada di titik paling rendah. Untuk meningkatkan kinerja divisi ini, dewan direksi tidak hanya mendatangkan produser baru, tapi juga karyawan baru, pindahan dari divisi hiburan Nagase Hiromi. Ceritanya menjadi menarik karena belasan tahun lalu keduanya ternyata pernah berpacaran dan sekarang dituntut untuk menjadi sosok-sosok profesional, Takamiya sebagai atasan dan Nagase sebagai kru. Profesionalisme keduanya setidaknya tercermin lewat sapaan masing-masing, Takamiya-san dan Nagase-san. Nama keluarga diikuti honorifik yang menunjukan rasa hormat terhadap satu sama lain.  Ide ini saja sudah menjanjikan konsep cinta yang cukup kuat lantaran romansanya justru tidak dipaparkan sedari awal. Lewat cerita ini, penonton mungkin berharap menyaksikan proses CLBK. Kepingan-kepingan masa lalu diharapkan bakal tersusun kian jelas di akhir cerita. Begitukah?
Saran saya justru jangan berharap terlalu banyak. Dalam serial ini kita justru diajak menikmati interaksi antar para kru divisi berita malam, walaupun tetap saja Nagase yang lebih sering menjadi jembatan yang menghubungkan pandangan para kru terhadap keinginan kuat Takamiya. Terdengar ribet, tapi justru disinilah kekuatan karakter serial ini. Takamiya merupakan sosok formal, profesional, perfeksionis, dan keras kepala, namun tetap fair dan peduli  terhadap sesama awak berita. Sedangkan Nagase lebih cenderung santai, luwes, spontan, dan mengutamakan sikap kekeluargaan. Dua karakter yang bisa saling mengisi pada akhirnya.
Karakter perfeksionis, keras kepala, dan berorientasi pada rating Takamiya membuahkan hasil. Kru menjadi lebih ngotot mengejar berita dan kadang mendewakan ekslusivitas. Bahkan demi kebenaran berita dan profesionalisme, Takamiya rela menginstrusikan kru untuk berbenturan dengan direksi  serta orang-orang di lingkungan awak berita sendiri, termasuk guru dan orang tua Takamiya. Tidak jarang, Takamiya bersedia turun langsung meliput jika diperlukan
Salah satu bentuk profesionalisme Takamiya adalah kesediaan dirinya melakukan APAPUN demi mendapatkan informasi langsung dari seorang menteri korup. Hal yang sebenarnya bisa saja ia delegasikan kepada para kru, jika memang mereka bisa memperoleh berita yang PENONTON inginkan.
Disinilah konflik muncul. Dalam episode ini, sosok antagonis bukan cuma karakter menteri korup, tetapi juga tentangan Nagase. Nagase berusaha menghindarkan Takamiya dari nafsu bejat menteri. Nagase yang biasanya menjadi pencair kekakuan Takamiya, kali ini berubah garang. Garang karena Takamiya tetap memegang teguh prinsip profesionalisme dan orientasi ratingnya, walaupun Takamiya terang-terang nyaris jadi korban kebejatan menteri korup. Konflik mereka ini berlangsung hingga sore hari, tepat beberapa menit sebelum berita menteri korup tersebut ditayangkan.  Kekakuan mencair setelah Takamiya mengucapkan terima kasih kepada Nagase-san. Disini, Nagase tetap dipanggil Nagase-SAN dan bukan Nagase-kun atau bahkan Hiromi saja yang menunjukan keakraban informal.

Sebuah ending episode yang bisa dibilang manis. Terserah jika anda melihatnya ini sebagai tanda-tanda CLBK, toh saya tidak bisa melarang pandangan penonton. Agak berbeda dengan sebagian penonton mungkin, lewat serial ini, saya justru baru paham bahwa ending fiksi ternyata bukan sekedar  hitam atau merah jambu. melainkan bisa juga sebuah pemahaman. Pemahaman akan sebentuk cinta sederhana bernama ucapan maaf dan terima kasih. 

No comments:

Post a Comment