Saturday, October 19, 2013

Pemantik Pelangi

Goblin <http://www.entertainmentearth.com>

Badan kurus, kulit coklat, mata hijau pucat, berambut ikal panjang terikat. Larinya cepat, secepat kancil yang nyaris tertangkap Pak Tani dalam dongeng Si Kancil.
Seperti juga Si Kancil, Dru memang berlari, tapi bukan karena mencuri. Ia justru berlari menghindari kejaran para para pemburu berbadan kekar. Pemburu yang ingin merebut pemantik dari tangan Dru. Iya, pemantik akan menemukan pemilik baru hanya dengan dua cara, direbut paksa atau diambil tanpa sepengetahuan pemilik sebelumnya. Pemantik ini memang bukan pemantik biasa. Pemantik ini dapat meminjam dan memedarkan tujuh warna, warna pelangi 
Saat ini, Dru tepat berada di ujung lorong berpenerang deretan neon. Badan dan tangan kanannya nyaris condong ke sisi luar. Sementara kakinya ada di dua sisi, kaki kanan sudah berada di luar, sementara satunya lagi masih tertinggal di sisi dalam lorong. Hanya beberapa sentimeter saja, kaki kirinya nyaris berhasil digapai tangan pemburu yang jatuh tengkurap akibat kehabisan nafas.
Untung saja, dengan sigap, Dru menjentikan pemantik untuk menghisap semua warna yang ada dalam lorong, begitu kaki kirinya nyaris tersentuh bonggol jari Mahisa.   
Dru akhirnya lolos dari sergapan para pemburu, walaupun mungkin hanya sementara. Lorong yang mendadak gelap setidaknya sedikit membantu. Badan kekar kelelahan Mahisa terbukti menjadi batu sandungan.  Beberapa pemburu lain yang serempak mengekor beberapa langkah di belakang Mahisa terjungkal oleh badan Mahisa yang besar. Umpatan para pemburu memberi sedikit tambahan waktu lagi bagi Dru untuk bernafas.

Fiuhhh, nyaris aja, coba terlambat beberapa langkah, bisa ditangkep rame-rame aku sama mereka
...
Dru dapat menarik nafas lega. Keputusannya memasuki lorong, tepat seperti yang ia rencanakan. Sayang Dru lupa memikirkan rencana setelah ia berhasil keluar dari lorong panjang. Kalau Dru menyalakan pemantiknya lagi, itu sama saja mengundang para pemburu itu untuk kembali menangkapnya. Kalau tak ia nyalakan, Dru sama sekali tidak bisa melihat sisi luar lorong yang kini sama gelapnya dengan sisi dalam.  

“Kayaknya lebih aman deh klo aku ngerangkak ke samping. Biasanya klo di luar lorong begini, samping kiri atau kanannya itu kan tanah miring, paling nggak bisa untuk gulingan ke bawah. Yah seenggaknya dicoba dulu deh” batin Dru.

Sisi kiri luar lorong memang landai seperti yang Dru pikirkan. Tapi ia tidak menduga kalau permukaan landai tersebut ternyata dilapisi kerikil. Ukurannya yang kecil dan ngga beraturan justru bikin sekujur badan Dru lecet saat harus berguling turun.
Eh ad…
Hampir saja keberadaan Dru diketahui pemburu, kalau saja ia nggak refleks menutup mulutnya sesaat sebelum kata uh keluar
.
Bener-bener kayak baca novel petualangan fantasi, ngebacanya sih seru, tapi ngalamin sendiri makasih deh.
Sesampainya dibawah, Dru memutuskan untuk berjalan sebentar, dipandu cahaya kuning bohlam yang terpasang diatas tiang-tiang besi. Nggak cukup terang sih emang, tapi cukuplah  untuk memandu Dru berjalan beberapa blok. Setelah dirasa cukup jauh, Dru mulai merasa cukup berani untuk menyalakan pemantik.

Kayaknya warna violet cukup ngebantu deh malem-malem begini. Cuma aku harus ati-ati nih, kalau lebih dari 2 menit bisa-bisa mereka nemuin aku lagi. 

Saat menjentikan pemantiknya enam kali, Dru mengingat-ingat lagi waktu dua menit yang mengubah hidupnya itu. 
Yups dua menit. Hanya dua menit kehidupan Dru berubah seketika. Dru tadinya adalah anak berusia 11 tahun biasa. Suka maen komputer sama maen-maen bareng temen-temen sekampungnya. Seneng-seneng kata Dru dan temen-temen seumurnya. Tapi jahil kata orang-orang yang lebih dewasa. Nyolong mangga, nyambitin ikan di empang, sampe ngagetin orang lewat pake petasan. Terserah sih mau milih istilah yang mana, maen-maen boleh jail juga boleh. Yang jelas petualangan Dru bermula dari niat yang sama, jail alias  maen-maen.
Awalnya Dru, Bathara, dan Sora cuma bosan dengan permainan yang itu-itu aja. Mereka pengen permainan baru yang seru. Tiba-tiba Dru teringat pemantik pamannya. Dru kemudian bercerita klo pamannya punya pemantik ajaib. Pemantik yang bisa menghasilkan tujuh warna pelangi. Jangankan anak-anak, orang dewasa sih juga takjub ngeliat yang beginian.
Tapi cerita tinggal cerita, siapa juga temen yang bakal percaya klo ngga ada buktinya. Niat Dru sih cuma mau minjem sebentar. Dru Cuma pengen ngebuktiin klo omongannya itu bener. Tapi dia tahu pamannya ngga bakal ngasih izin klo niatnya buat pamer begitu.  Dru pun minjem geretan sewaktu pamannya tertidur kecapekan sehabis dari luar kota. Walaupun niatnya cuma minjem sebentar, Dru udah melanggar aturan pertama, ngambil pemantik tanpa izin pemilik sebelumnya. Mau nggak mau Dru jadi pemilik pemantik berikutnya.
Bukan cuma itu, Dru juga melanggar peraturan kedua. Bersama temen-temennya, Dru udah menyalakan pemantik ini selama dua menit lebih sedikit dalam satu waktu. Awalnya Dru nggak percaya cerita pamannya itu. Masak sih cuma gara-gara pemantik gitu doang, pemilik pemantik dikejar-kejar sama penjahat buangan negeri pelangi. Yups pemilik dan bukan temen-teman si pemilik. Awalnya Dru sih percaya aja cerita pengantar tidur ini. Maklum pamannya biasa nyeritain cerita ini klo si kecil Dru belom bisa tidur 5-6 tahun lalu. Tapi sekarang Dru sudah cukup dewasa. Logikanya udah mulai ngerti mana khayalan dan mana kenyataan. Dan Dru memutuskan untuk percaya pilihan nomor dua.  Ceritanya nggak masuk akal. Eh klo emang nggak masuk akal, kenapa Dru harus percaya pemantik pelangi ya? Logikanya kan ngga ada pemantik yang bisa ngeluarin cahaya tujuh warna begitu? Jawabannya gampang, Dru pernah liat pemantik itu mengeluarkan tujuh warna, bukan cuma dia sendiri, tapi bareng pamannya, titik.
Dru inget banget kejadian dua menit itu. Dru, Bathara, dan Sora awalnya cuma ingin bermain sesuai rencana semula, ngeliat pemantik berganti cahaya sesuai urutan warna pelangi: merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Tapi rencana mereka berubah saat mereka tahu fungsi lain pemantik. Cahaya-cahaya itu bukan cuma bisa dilihat rupanya, bahkan dipegang dan diletakan ditelapak tangan. Mereka bertiga pun asyik bermain bermain tebak warna. Kira-kira apa warna cahaya yang ada di kepalan Sora misalnya, jika tebakan betul, maka penebak ganti memberi tebakan dan kalau jawaban salah, pemberi tebakan bisa memberi tebakan lebih lama. Ibarat menemukan mainan baru, mereka bertiga sampai lupa waktu.
Dru sedang memberi tebakan, saat semacam lubang ungu terbuka di udara. Ada semacam tarikan kuat dari dalam lubang yang menjambak kucir Dru dan membawanya masuk ke dalam.
Dru berusaha melawan tarikan, Namun semakin dilawan, tarikan justru makin kuat. Bathara dan Sora juga ikut membantu. Mereka berdua berusaha menarik kaki dan tangan Dru
Eh ayo tarik, jangan sampe lepas Sora
Ini juga udah ditarik Tara! Dru kamu juga jangan diem aja, ikut dorong badan kamu sendiri keluar apa gimana gitu kek
Ini juga udah begitu, klo aku uda bisa keluar aku ngga perlu minta tolong
“Eh aduh duh tuh kaki jangan ditarik-tarik gitu, sakit tau!” protes Dru pada Sora
Klo ngga ditarik gimana bisa kel…
Dari pandang mata Dru, leher Sora tampak tercekat. Kata uar seperti tertinggal di ujung leher atau setidaknya di ujung lidah. Tapi apa yang dilihat Dru ngga sepenuhnya benar. Dru bukannya melihat leher Sora tercekat, tapi dirinya sudah buru-buru terhisap, terhisap ruang hampa. Dru hanya bisa melayang, dan pingsan
Saat Sadar, Dru sudah berada di dalam dimensi antara. Ruang penghubung antara Bumi dan Negeri pelangi. Sebuah dimensi yang terlupakan. Dimensi tempat para pengacau negeri pelangi dicampakkan.
Dimensi gelap dengan banyak gua dan lorong, dengan penerang seadanya. Suasana yang membuat para pengacau makin merasa terkucilkan. Mereka akan tetap berada disana kecuali pemantik dijentikan diatas waktu yang ditentukan, Mereka berharap dapat mengambil pemantik pelangi agar bisa kembali ke negeri Peri Iris itu, berharap agar mereka dapat membalas perlakuan peri iris pada mereka.
...
Kisah Dru dalam lorong panjang sepertinya tak perlu diceritakan ulang ... 

No comments:

Post a Comment